Media Terupdate

PANCASILA SEBAGAI DASAR MORAL POLITIK BANGSA

Dalam setiap praktek politik, sikap mulia dalam mengimplementasikan hidup dan kehidupan indonesiabukan bagian dari ambisi pribadi, tetapi bagian dalam melakukan kewajiban keadilan sosial demi persatuan indonesia.

POLITIK PANCASILA IDENTITAS KEINDONESIAAN

Politik dan pancasila adalah keterikatan bagaikan anak dan induk, memisahkan hubungan keduanya sama saja telah menganiayah dan mendzalimi kebutuhan induk pada anak dan kebutuhan anak pada induknya. Begitulah hubungan pancasila dan politik bagi bangsa indonesia.

liputan Malam Penalutim

Seputar berita malam tentang peradaban penalutim dalam pemanfaatan teknologi yang semakin berkembang

liputan News Penalutim Terkini

Media masyarakat oleh masyarakat dan untuk perdaban luwu timur yang lebih maju dan berkembang

Selasa, 31 Mei 2016

Wabup Irwan Berbagi Kiat Berhenti Merokok

Malili, Penalutim News - Beragam gambar seram dan peringatan bahaya merokok mulai dari penyakit impotensi dan kanker  dicantumkan dalam kemasan rokok yang djual dipasaran namun masih jarang penikmat rokok berniat menghentikan kebiasaannya, ‎Namun Wakil Bupati Luwu Timur Irwan Bachri Syam punya kiat tersendiri untuk menyampaikan dampak bahaya merokok.

"Saya dulunya termasuk pencandu berat, bahkan bisa menghabiskan 5-6 bungkus perharinya, namun saya punya kiat tersendiri untuk mengatasinya dengan cara memilih diantara satu yang kita sayangi, waktu itu yang paling saya sayangi adalah istri saya, tampaknya pertaruhan antara istri saya dengan kebiasaan merokok, saya anggap pilihan yang sulit namun akhirnya saya sepakati untuk berhenti merokok" Ungkap Irwan membagi pengalamannya didepan peserta Orientasi Kawasan Tanpa Rokok.

Kiat lainnya, ‎sambung Irwan adalah menyampaikan secara rinci tentang dampak dan bahaya  yang  mengancam bagi perokok aktif seperti penyakit kanker, serangan jantung dan impotensi serta gangguan kehamilan dan janin bagi wanita. Kiat kiat seperti inilah yang  disampaikan Wakil Bupati kepada peserta Orientasi KTR agar mereka memahami dampak langsung kesehatan pada kehidupan perokok dan orang orang disekitarnya. Orientasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang digelar Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Timur  di Aula Sasana Praja Kantor Bupati Luwu Timur, Selasa (31/05/2016)

"Kegiatan Orientasi KTR ini digelar ‎dalam rangka mengimplementasikan Undang Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 115 Ayat 2 dinyatakan bahwa " Setiap Pemerintah Daerah wajib menetapkan Kawasan Tanpa Rokok di Wilayahnya" kata dr. April dalam laporannya.

Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Luwu Timur mulai mengintensifkan sosialisasi terhadap larangan merokok dikantor kantor dan tempat pelayanan publik lainnya‎ yakni dengan cara memperbanyak selebaran larangan pada tempat tersebut, hal ini dimaksudkan harapannya dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak merokok khusus pada tempat tempat yang dilarang.

"Saat ini Pemerintah Kabupaten Luwu Timur sudah mengajukan ranperda tentang Kawasan Tanpa Rokok di Wilayah Luwu Timur, mudah mudahan secepatnya ditetapkan untuk segera diberlakukan" kata dr. April.
Orientasi ‎yang diikuti oleh Para SKPD, Camat, Kades dan Lurah, Kepala Rumah Sakit dan Puskesmas serta perwakilan instansi vertikal ‎ menghadirkan pemateri dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dan Mitra Kerja PT. Vale Indonesia dari luar Provinsi Sulawesi Selatan dari Tenaga Psikologi Klinik. (Andi/risal)

Jembatan Penghubung SP1 dan SP4 Mahalona Towuti Terputus

Towuti, Penalutim News - Ribuan penduduk transmigrasi SP4 mahalona kecamatan towuti luwu timur terkurung dan tidak dapat berbuat banyak pasalnya jalan penghubung antara SP1 dan SP4 terputus di akibatkan karena hantaman air deras sehingga jebatan semi permanen tersebut bergeser dan tertutup oleh air. 
Kejadian tersebut terjadi pada saat hujan deras mengguyur kecamatan towoti tepatanya selasa/31/06/2016dan mengakibatkan roda dua mau pun roda empat tidak mampu melewatinya. Sehingga aktifitas sehari - hari sejumlah masyarakat terganggu dikarenakan jembatan tersebut merupakan satu - satu nya jalan penghubung wilayah - wilayah tetangga lainnya. Berkenanan kejadian tersebut pemerintah daerah Disnakertransos beserta Dinas PU langsung terjun kelapangan meninjau lokasi kejadian.

Kejadian tersebut ditanggapi langgsung oleh Masud masse selaku kadis Disnakertrasos Lutim. "kerusakan pada jembatan tersebut di akibatkan cuaca hujan deras mengguyur di wilayah tersebut sehingga air sungai mengalir deras dan mengikis tanah tempat tumpuhan jembatan tersebut akibat dari itu jembatan yang semi permanen tersebut ambrol sehingga air sungai menutupi jembatan" jelasnya ,kepada pena lutim, saat diwawancarai selasa (31/5).

selain itu Masud masse, juga menjelasakan bahwa "jembatan tersebut merupakan satu-satunya akses penghubung dua wilayah yakni SP1 dan SP2 transmigrasi mahalona. Dengan demikian kejadian tersebut mengakibatkan masyarakat tidak dapat menggunakan roda dua maupun roda empat untuk beraktivitas seperti biasa. Oleh sebab itu  hari ini kami bersama dinas PU meninjau lokasi tersebut dan kami berharap pula agar dinas PU segera membenahi persoalan ini, paling tidak jembatan tersebut di ganti dan di buatkan dengan jembatan yang permanen yakni jembatan beton,ujar bang piko", 

"selain pembangunan jembatan juga perlu di bangun bronjong seputaran jembatan tersebut di karenakan kondisi sungai tersebut cukup lebar dan dalam sementara air mengalir cukup deras maka dari itu hal ini perlu di perhatikan agar arus lintas masyarakat SP4 nantinya semakin baik dan tidak khawatir lagi ketika hujan deras melanda" sambungnya

Namun hal tersebut dibantah oleh kadis PU hirfan,ST MT "kami tidak bisa membangun secara permanen karena bangunan ini masih aset disnakertransos kami hanya dapat membantu dengan bentuk pemilaharaan,tetapi hal tersebut bisa saja di wujudkan melalui permohonan disnakertransos ke kami sehingga di usulkan ke dana DAK,tetapi nanti kami tinjau sejauh mana tingkat keparahan nya.kuncinya. (Andi Makkasau)

Lurah Magani Lutim Siapkan Pojok Rokok.


Pena lutim News - Kantor kelurahan magani kecamatan nuha luwu timur membuat tempat khusus untuk smoking area yang disebut "pojok rokok" yang berada di halaman kantor kelurahan magani yang di lengkapi fasilitas yakni sofa,TV,Dispenser untuk pembuatan kopi dan lain - lain. Selain itu pihak kelurahan juga memasang poster yang bergambar tentang bahaya merokok dengan tujuan sosialisasi kesehatan. Menanggapi hal tersebut Chaeruddin arfah M,S.iP selaku lurah magani mengutarakan alasannya

"Hal tersebut dilakukan karena dalam aktivitas pelayanan masyarakat dikelurahan magani sebelumnya terlihat kurang sehat dan tidak nyaman, diakbatkan karena para perokok, merokok dalam kantor bahkan membuang filter dan abu rokok dalam kantor. Sehingga  pegawai kelurahan magani khususnya bagi perempuan merasa terganggu dalam proses pelayanan masayarakat. Oleh sebab itu didirikanlah"pojok rokok" tersebut". Jelas, Chaeruddin arfah  ketika diwawancarai oleh tim Penalutim.(31/05).

Selain itu Chaeruddin juga menanmbahkan  "Adapun tujuan di buatnya pojok rokok tersebut. Untuk mewujudkan pelayanan yang sehat dan nyaman. Selain itu bisa juga dimanfaatkan untuk tempat diskusi di siang hari, dan di malam harinya bisa dimanfaatkan sebagai tempat  untuk rondah. Tambahnya, Chaeruddin arfah

Chaeruddin juga menegaskan bahwa "untuk memberikan contoh yang baik kepada masyarakat saya selaku lurah harus lebih dulu yang memberikan contoh. Oleh sebab itu karena saya juga perokok dan ketika saya ingin merokok tentunya saya ketempat tersebut (pojok rokok), agar masyarakat atau tamu ketika ingin merokok juga ketempat tersebut. Dengan begitu proses pelayanan masyarakat otomatis berjalan dengan baik. Dan pasti meniscayakan pelayanan yang sehat dan nyaman. Tutup Chaeruddin arfah. 


Senin, 30 Mei 2016

HIPMAJA LUTIM KEMBALI KEDATANGAN CALON MAHASISWA BARU.



HIPMAJA LUTIM ( Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Jakarta dari Luwu Timur) kini kembali menampakan Eksistensinya dalam mengayomi putra dan putri daerah dalam melanjutkan perguruan tingginya dijakarta.

Jakarta, Penalutim News - Ahmad Rifai, lulusan SMKN 1 Malili (2015) dari desa Balambano kecamatan Wasuponda, merupakan salah satu calon mahasiswa yg diayomi oleh Hipmaja Lutim . Pada selasa pagi (31/06/2016), Rifai telah menjalankan Tes Ujian SBMPTN di Jakarta.
"Ini sudah tanggung jawab kami sebagai putra dan putri daerah Luwu Timur untuk mengayomi adik-adik kami yang ingin melanjutkan perguruan tingginya di Jakarta," tegas M. Fajri, salah satu pendiri dan penggerak HIPMAJA LUTIM. 
Fajri juga menegaskan, "Hipmaja Lutim siap memberi wadah atau tempat bagi siswa2 dari daerah Luwu Timur untuk melanjutkan pendidikannya khususnya di Jakarta," tegas Fajri ketika diwawancarai oleh tim PenaLutim News, di kediamannya, Senin (30/06/2016).
Menanggapi hal tersebut, Ahmad Rifai sebagai calon Mahasiswa mengutarakan kebutuhannya kepada Hipmaja Lutim, "saya tidak terlalu meminta banyak kepada kakak-kakak Hipmaja Lutim, cukup bimbing saya dan jangan telantarkan saya di sini. Sebab saya tidak tahu apa-apa disini (Jakarta). Jadi tolong Kakak-Kakak senior Hipmaja Lutim Bimbing saya agar saya juga bisa menjadi Mahasiswa di salah satu Universitas di Jakarta," harap calon mahasiswa (Ahmad rifai asyar amar) dari Luwu Timur tersebut.

Sebagai putra daerah, para mahasiswa yang aktif dalam organisasi Hipmaja mengharapkan adanya perubahan bagi daerah tercinta, yang dimulai dengan turut berperan dalam meningkatkan kualitas masyarakat melalui pendidikan.

Selain itu, peran dan dukungan Pemerintah Daerah (Pemda) Luwu Timur terhadap semangat belajar putra putri daerahnya dalam melanjutkan pendidikan di jenjang Perguruan Tinggi, juga sangat diharapkan Hipmaja. Bagi Hipmaja, tanpa kerjasama dan perhatian khusus dari Pemda, Orientasi untuk memajukan daerah sulit diwujudkan.

MASYARAKAT YANG BERKUALITAS PASTI AKAN MELAHIRKAN DAERAH YANG BERKUALITAS

Maju dan berkembangnya suatu daerah tentu sangat di pengaruhi oleh kualitas masyarakatnya. Dan kualitas masyarakat dipengaruhi oleh pendidikannya. Sebab pendidikan yang berkualits pasti melahirkan masyarakat yang berkualitas. Masyarakat yang berkualitas pasti akan melahirkan daerah yang berkualitas, daerah yang berkualitas pasti berkembang dan maju. (Modern).
Jakarta, Penalutim News - Luwu Timur, salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan dikabarkan memiliki program peningkatan kualitas masyarakatnya. Adapun program tersebut yaitu menggratiskan biaya pendidikan kepada putra dan putri daerah Luwu Timur yang ingin bersekolah. Mulai dari SD, SMP, hingga SMA (sederajat). Tidak hanya itu, Pemerintah Kabupaten Luwu Timur di bawah kepemimpinan Thorig Husler dan Irwan Bachri Syam, juga memberikan bantuan kepada putra dan putri daerah yang ingin melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas manapun, sesuai dengan minat masing-masing.
Namun pemberian bantuan tersebut tidak hanya sekedar diberikan begitu saja, ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon penerima bantuan tersebut, diantaranya :

1. Warga Luwu Timur (minimal 3 tahun) lulusan SLTA dan sedejat di Luwu Timur tahun 2016-2021 dan mahasiswa/i Negeri dan swasta angkatan 2013-2021.

2. Dengan memperlihatkan data kependudukan dan data siswa, serta data kemahasiswaan berupa fotocopy STTB yang telah dilegalisir dengan memperlihatkan aslinya, fotocopi slip SPP semester berjalan, fotocopy kartu mahasiswa atau keterangan aktif kuliah, fotocopy kartu rencana studi (KRS), fotocopy kartu hasil studi (KHS) , fotocopy kartu keluarga (KK) yang disahkan oleh Dukcapil Luwu Timur, fotocopy KTP mahasiswa yang bersangkutan, fotocopiy KTP orang tua mahasiswa, surat keterangan dari badan akreditasi Nasional perguruan tinggi minimal akreditasi C program studi.

3. Mahasiswa penerima bantuan umum lingkup pemda Luwu Timur adalah putra-putri penduduk kabupaten Luwu Timur yang aktif kuliah pada perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) jenjang akademik D3 (6 semester) , D4 dan S1 yang diberikan bantuan sampai semester delapan.
4. Bagi peserta program bantuan pendidikan umum mahasiswa, apabila dalam hasil evaluasi ditemukan terjadinya pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan bantuan, akan diberikan sanksi berupa pemberhentian bantuan dan pengembalian dana program yang telah diberikan, bagi penerima bantuan yang mundur sebelum waktu penyelesaian 8 semester, diberikan sanksi pengembalian dana program yang telah digunakan kecuali meninggal dunia dan atau sakit keras, bagi penerima bantuan yang menikah dan masih tercatat sebagai penerima bantuan akan diberikan sanksi pemberhentian pemberian bantuan program.

Selain itu Mahasiswa penerima bantuan pendidikan umum yang telah mendapatkan bantuan tersebut, nantinya akan memperoleh kartu ‘khusus’ yang dinamakan ‘ Kartu Luwu Timur Sarjana’. “ Kartu itu semacam kartu ATM yang akan digunakan para mahasiwa (i) penerima bantuan untuk bertransaksi dalam program ini,” tegas Husler.
Sumber : Lutimterkini.com

Minggu, 29 Mei 2016

JAKARTA DAN AMBIGUITAS OTONOMI DAERAH


Penulis: Subiran Paridamos S.Ip, M.Ik ( Pendiri Lembaga Pers Mahasiswa UMJ dan Pendiri SeKolah Peradaban Jurnalis Indonesia)

Salah satu fakta politik yang paling menarik dalam proses pengkajian Desentralisasi dan Otonomi daerah adalah makna wilayah politik Jakarta yang terkesan ambigu. Disatu sisi Jakarta adalah Ibu kota Negara dan pusat pemerintahan negara, tetapi disisi yang lain, Jakarta juga merupakan daerah otonomi yang terpisah dari Negara.


Artinya, daerah Jakarta selain merupakan suatu daerah khusus dengan peranan sebagai Ibukota Negara dan merupakan pusat segala aspek kehidupan nasional yaitu idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam serta sebagai pusat pemerintah Negara yang meliputi pusat dari badan-badan negara Indonesia, perencanaan, pengarah, pemerintahan negara, serta pengawasannya, juga merupakan daerah otonom yang menyelenggarakan pemerintahan daerah serta pengelolaan sumber daya (SDM dan SDA) daerah secara mandiri dan bertanggung jawab.

Dengan demikian, daerah Jakarta merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang memegang peranan ganda dalam pelaksanaan proyek reformasi bernama desentralisasi dan otonomi daerah. Fakta menariknya adalah jika desentralisasi dan otonomi daerah bagi daerah-daerah di luar Jakarta merupakan transformasi yang bersifat vertikal, dalam hal ini pelimpahan kewenangan, kedaulatan, dan kemandirian dari Jakarta ke daerah, maka desentralisasi dan otonomi daerah bagi Jakarta adalah bersifat horizontal, dalam hal ini pelimpahan kewenangan, kedaulatan dan kemandirian dari Jakarta sebagai ibu kota Negara dan pusat pemerintahan ke Jakarta sebagai daerah otonom dari Negara atau pusat.

Dengan proses desentralisasi dan otonomi daerah di Jakarta yang bersifat horizontal tersebut, maka potensi terbukanya ruang gerak masyarakat lokal atau masyarakat pribumi Jakarta (Betawi) dalam mengelola daerahnya yang selama ini dikelola oleh orang lain menjadi hal yang sangat diharapkan oleh masyarakat. Hanya saja terkesan ada ketidaksiapan masyarakat pribumi Betawi dalam mengelola daerahnya tersebut.

Hal tersebut selain disebabkan karena mereka kehilangan akses pengelolaan daerah yang direbut oleh pemerintah pusat dimasa lalu, juga karena masyarakat Betawi kurang mampu berkompetisi dengan warga pendatang dalam perebutan sumber daya strategis. Sehingga pada tataran realitasnya, masyarakat Betawi justru tersingkir dari peta pengelolaan daerah tersebut.Akhirnya, mereka hanya menjadi penonton setia dari proses transformasi tersebut. 

Salah satu kekeliruan berpikir dalam proses pemaknaan terhadap konsep desentralisasi dan otonomi daerah dewasa ini adalah menganggap bahwa obyek kajian wilayah politik desentralisasi dan otonomi daerah hanya terfokus pada daerah-daerah selain Ibu kota Negara (Jakarta). Ironisnya, pandangan tersebut kebanyakan lahir dari pemikiran para akademisi dan politisi. Mayoritas dari mereka memandang bahwa obyek kajian desentralisasi dan otonomi daerah hanya untuk daerah-daerah diluar ibu kota Jakarta. Sebab, Jakarta merupakan pusat pemerintahan Negara.Sehingga tidak termasuk kategori obyek kajian daerah otonomi.

Pemahaman tersebut sebenarnya lahir jika bukan disebabkan kebuntuan memaknai relasi antara bentuk Negara kesatuan dengan konsep otonomi daerah, maka kemungkinan besar masih membawa pemikiran orde lama dan orde baru mengenai politik sentralisasi.

Padahal jika kita mau konsisten dengan konsep otonomi daerah dalam kontur sistem pemerintahan presidensial dengan tekstur Negara kesatuan, maka seharusnya Jakarta diposisikan seruang dan sebangun dengan daerah-daerah lain di nusantara. Berbeda halnya ketika tekstur dan kontur Negara Indonesia adalah federal atau serikat, maka praktis Jakarta hanya merupakan wilayah politik pusat yang terbedakan secara nyata dengan wilayah-wilayah lain yang merupakan Negara bagian yang otonom. Dengan demikian, karena Indonesia bukan merupakan Negara federal melainkan Negara kesatuan, maka semua daerah di nusantara dalam konsep desentralisasi dan otonomi daerah merupakan daerah otonom, termasuk Jakarta.

Berkaitan dengan kedudukan Jakarta sebagai daerah otonom dan sekaligus sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, telah disetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta sebagai revisi UU No. 34 Tahun 1999 dalam Rapat Pembicaraan Tingkat II DPR RI, berdasarkan catatan rapat Paripurna pengesahan RUU Revisi UU No. 31 Tahun 1999 yang dilaksanakan pada minggu ketiga bulan Juli 2007, dengan disahkannya UU no.29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan RI.

Dua peranan strategis diataslah yang menjadikan segala aspek kehidupan masyarakat Jakarta merupakan cermin bagi segala aspek kehidupan nasional. Sehingga mau tidak mau atau suka tidak suka, potret desentralisasi dan otonomi daerah di Jakarta merupakan gambaran umum pelaksanaan proyek reformasi bernama “desentralisasi dan otonomi daerah” secara Nasional pula. 

Artinya jika Jakarta berhasil dalam pelaksanaan proyek tersebut, maka kemungkinan besar daerah lainpun menuai hasil yang serupa, tetapi jika sebaliknya menemui kebuntuan yang parah, maka daerah-daerah lainpun akan mengalami nasib yang sama. Dengan demikian, pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Jakarta harus terhindar dan terjamin dari segala bentuk masalah kedaerahan dan kenegaraan, sebab dampaknya bukan hanya menimpa daerah Jakarta tetapi seluruh daerah di nusantara.

Histori Desentralisasi di Indonesia

Indonesia dalam kurun sejarahnya telah lama mengalami politik yang tersentralisasi. Sejarah perpolitikan Indonesia membuktikan bahwa desentralisasi pemerintahan di Indonesia sudah dimulai sejak masa colonial belanda hingga orde baru, meski secara legal formal terkesan telah menerapkan politik pemerintahan yang terdesentralisasi, seperti dibuktikan dengan adanya Undang-Undang desentralisasi seperti melalui undang-undang densentralisasi (desentralisatie wet) tahun 1903 dijaman colonial, UU No. 1 Tahun 1945, UU No. 22 Tahun 1948, UU No. 1 Tahun 1957, dan UU No. 18 Tahun 1965 dijaman orde lama, serta UU No. 5 Tahun 1974 dijaman orde baru. 

Hanya saja konsep legal formal tersebut tidak berbannding lurus dengan pelaksanaan substansial desentralisasi dilapangan. Sehingga yang lahir kemudian hanyalah politik sentralisasi yang berjubah desentralisasi. Artinya, konsep sentralisasi dan desentralisasi sebenarnya merupakan warisan dari struktur politik pemerintah dari zaman penjajahan Belanda yang kemudian diadopsi oleh rezim orde lama dan orde baru.

Pasca tumbangnya rezim orde baru, maka berbagai kalangan khususnya akademisi dan politisi berupaya untuk mendesentralisasi struktur pemerintahan. Dimulai 1 Januari 2001, era otonomi daerah mulai diberlakukan secara serentak oleh pemerintah setelah sebelumnya mensahkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.  

Keduanya merupakan paket perundangan yang mengatur tentang desentralisasi struktur pemerintahan di Republik Indonesia menyusul era reformasi yang dipelopori mahasiswa sejak tahun 1998. Pertanyaan yang kemudian lahir adalah, apakah ketika secara konstitusi Negara kita telah mengadopsi politik pemerintahan yang bersifat desentralisasi secara otomatis akan menjadikan Negara kita terdesentralisasi secara konsekuen?

Potret Jakarta sebagai Ibu kota Negara

Berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan pada masa lalu yang menitikberatkan pada sistem yang terpusat (sentralistik) serta menggunakan pendekatan keamanan merupakan salah satu pemicu munculnya ketidakadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan hal tersebut tentu sangat menguntungkan daerah Jakarta. Jakarta seolah menjadi anak emas dari dari orang tua yang bernama Indonesia. Hanya saja keuntungan tersebut harus menciptakan kesenjangan dan ketidakadilan yang luar biasa antara Jakarta dan daerah lain di Luar Jakarta. Dan salah satu bentuk ketidakadilan adalah pembangunan.

Ketimpangan pembangunan antara Jakarta dan luar jakarta merupakan faktor determinan yang mempengaruhi terlegitimasinya arus urbanisasi yang masif. Disatu sisi dengan penitikberatan pembangunan entah dalam domain infrasruktur maupun superstruktur di Jakarta menjadi penanda bahwa politik pembangunan yang diterapkan sangatlah sentralistik, primordial dan partial. Sebagai ibu kota Negara, hampir segala aktivitas hidup dan kehidupan yang menjamin kemapanan niscaya diorientasikan pada Jakarta.

 Jakarta seolah menjadi suaka satu-satunya untuk mewujudkan harapan hidup makmur dan sejahtera. Sementara disisi yang lain, wilayah lain dinusantara dalam hal ini skop luar Jakarta atau luar Jawa khususnya kawasan timur Indonesia hanya dijadikan koloni dalam mengeruk sumber daya alam yang nantinya memberikan sumbangsih APBN yang hampir sebagian besar dialokasikan kepada pembangunan Jakarta dan sekitarnya. 

Selain itu formulasi pemberitaan media massa khususnya media eletronik dalam menyuguhkan oase kesejahteraan, keglamouran, kemewahan dan keindahan kota Jakarta, semakin melegitimasi terjadinya arus urbanisasi yang masif. Akibatnya Jakarta kemudian disesaki oleh tamu urban dari berbagai daerah dinusantara dengan tingkat heterogenitas identitas ekosopobud (ekonomi, social, politik dan budaya) yang sangat tinggi dan kompleks. 

Berdasarkan data empiris dilapangan, hampir semua atau sebagian besar suku bangsa yang ada dinusantara ada (hidup dan mencari nafkah) di Jakarta. Dengan demikian Jakarta akhirnya dihuni dan dipenuhi oleh manusia-manusia Indonesia yang memiliki karakter, agama, budaya, pendidikan, dan lain-lain yang sangat majemuk.

Dengan tingkat kemajemukan masyarakat yang tinggi di ataslah yang kemudian menegaskan pahaman masyarakat seantero republik bahwa Jakarta merupakan representasi atau gambaran umum situasi dan kondisi negara Indonesia secara universal dan komprehensip.Yang tentunya sangat sarat dengan sorotan publik baik domestik maupun internasional. 

Sehingga tidak salah jika kemudian Jakarta sangat rawan dengan problema kemasyarakatan, kedaerahan dan kenegaraan yang lebih kompleks ketimbang daerah lain di nusantara. Akhirnya, hampir sebagian besar garis kemiskinan oleh kerusakan dan krisis multidimensional yang meliputi sendi-sendi dasar kehidupan dan interaksi sosial, dalam hal ini krisis kepercayaan, krisis moneter, dan seterusnya, terjadi didaerah Jakarta. 

Sebab, perbedaan sosial secara ekonomi, politik, pendidikan, dan budaya sangat besar, dan ini rentan dengan konflik-konflik horizontal yang memang jadi pemandangan lain dari kawasan ini. Konflik SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) serta konflik structural seperti tawuran antara ormas terjadi hampir di semua tempat kalaupun tak terjadi potensi konfliknya sangat besar.

Jika kemudian kausa prima (sebab utama) dari arus urbanisasi yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya adalah masalah ketimpangan pembangunan antara Jakarta dan daerah di luar Jakarta, maka satu-satunya solusi yang cukup bijak dalam menangani masalah tersebut adalah political will dari para penentu kebijakan negeri ini untuk menjadikan daerah-daerah lain layaknya seperti Jakarta.

Dirikanlah kota sejenis Jakarta di daerah-daerah lain agar penduduk didaerah-daerah tersebut tidak lagi punya hasrat untuk menggantungkan hidup damai, sejahtera dan sukses jika dan hanya jika ke Jakarta. Artinya pemerataan pembangunan disegala lini layak diterjemahkan dan diartikulasikan dengan paradigma berpikir yang proporsional dari penentu kebijakan tertinggi dinegeri ini.

Hanya saja, sejak Jakarta menjadi Ibu kota negara, para elite di Jakarta sering merasa takut untuk memberikan kontrol lebih besar kepada daerah untuk mengatur urusannya sendiri karena nantinya akan jatuh ke tangan kekuatan yang merusak dan bersifat memecah belah Negara kesatuan republic Indonesia. Satu penjelasan penting dari kegagalan upaya desentralisasi di masa lalu adalah kurangnya komitmen pusat terhadap upaya desentralisasi.

Berakhirnya Orde Baru meningkatkan tuntutan yang luas atas demokrasi dan pemberdayaan, di antaranya tuntutan dari daerah-daerah di luar Jawa untuk memperoleh kontrol lebih banyak atas urusan-urusannya sendiri. Permintaan ini terdengar sangat mendesak dari daerah-daerah yang kaya sumber daya alam, seperti Aceh, Papua, Maluku, Kalimantan, Sulawesi dan Riau, dan mereka mengancam apabila daerah-daerah ini tidak diberi otonomi yang lebih, Indonesia akan menghadapi disintegrasi atas tekanan dari gerakan separatis. 

Dan akhirnya pemerintah pusat kemudian merealisasikan konsep desentralisasi dan otonomi daerah melalui dua undang-undang yaitu dua Undang-undang tentang desentralisasi yaitu UU No. 32 tahun 2004 (perubahan atas UU No 22 tahun 1999)  yang menyangkut desentralisasi administrasi, sementara UU No. 33 tahun 2004 (perubahan atas UU No 25 tahun 1999) yang menyangkut administrasi keuangan.

Dua undang-undang ini menandakan keseriusan baru atas upaya menjabarkan desentralisasi demokratis oleh pemerintahan pusat. Namun, masih belum jelas tentang cakupan dan implikasi dari penerapannya. Rekomendasi yang diajukan dalam laporan ini bertujuan untuk menekankan pentingnya menjalankan proses desentralisasi lewat cara-cara yang demokratis dan adil.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa proses tranformasi pemerintahan dan politik pembangunan dari sentralisasi ke desentralisasi membuat daerah-daerah lain diluar Jakarta menjadi berirama dan dinamis. Implikasi positif khususnya berkaitan dengan pembangunan adalah lahirnya kota-kota baru diluar Jakarta yang memiliki sarana dan prasarana social yang hampir mendekati Jakarta. Sementara dari sisi pemerintahan, daerah telah banyak menyumbang ide dan gagasan sendiri bagaimana mengelola pemerintahan daerahnya agar mampu mensejahterakan rakyatnya.


Berbeda dengan daerah-daerah lain, transformasi dari sentralisasi ke desentralisasi, praktis tidak membuat Jakarta mengalami perubahan signifikan, kecuali bertambahnya Mol-Mol di Ibu kota dan meningkatnya masyarakat yang hidup dikolong jembatan. Dilain pihak tingkat gap sosial masyarakat di Jakarta juga sangat tinggi. Pusat-pusat ekonomi, pendidikan, dan politik hampir didomonasi oleh para pemilik capital yang biasanya dari golongan masyarakat profesi mapan seperti pengusaha, pejabat publik dan artis. Sementara masyarakat ekonomi lemah memenuhi pinggiran ibu kota, bahkan menghiasi kolong jembatan dan jalanan ibu kota.

Sabtu, 28 Mei 2016

KPK DAN SKENARIO PEMBERANTASAN KORUPSI

Penulis: Subiran Paridamos S.Ip, M.Ik (Pendiri Lembaga Pers Mahasiswa UMJ &Pendiri Sekolah Peradaban Jurnalis Indonesia)

Maraknya wacana dan perilaku korupsi yang dipertontonkan oleh pajabat publik kita dewasa ini, telah menjadikan rakyat menyandarkan ekspektasi pemberantasan penyakit kawanan pejabat publik (KKN) tersebut kepada lembaga super body dalam domain hukum, yakni Komisi Pemberantasan korupsi (KPK). 


Mulai dari pengamat atau pakar politik dan pakar hukum sampai masyarakat kampus turut serta dalam mengawal setiap agenda pemberantasan korupsi yang di lakukan KPK. Sehingga hampir setiap waktu dan tempat, wacana politik tersebut senantiasa ramai oleh hingar bingar disputasi baik dari segi analisis ketokohan, integritas dan track recort masing-masing komisioner, hingga indikasi teror politik senayan dalam mengklasifikasi dan memilih kandidat yang layak untuk mendiuduki lembaga super body tersebut. 
Setelah melalui proses panjang uji wacana dan perilaku dalam mengawal agenda pemberantasan korupsi, akhirnya meski tidak memenuhi seluruh ekspektasi masyarakat, minimal pimpinan KPK telah mampu menyuguhkan tontonan pemberantasan korupsi yang cukup masif. Sehingga berbagai kasus yang dahulu tidak mampu disentuh oleh KPK, kini telah mampu dibongkar.  
Terlepas apakah hadirnya para pimpinan KPK tersebut memunculkan kalkulasi politik yang saling tumpang tindih, kita patut menghargai adanya perbedaan pandangan mengenai sosok pimpinan KPK dalam membongkar berbagai kasus korupsi. 
Hal yang wajar jika ada kelompok tertentu yang kecewa, sakit hati, pesimis dan lain sebagainya dalam merespon kiprah para pimpinan KPK dalam memberantas korupsi selama ini, begitu pula halnya jika ada kelompok yang begitu optimis, menaruh harapan berlebih serta bahagia atas segala hasil dan prestasi yang ditorehkan para pimpinan KPK tersebut.
Yang jelas kita patut memberikan kesempatan kepada siapa saja yang memiliki kompetensi dan political will untuk menyelesaikan berbagai kasus korupsi yang ada dibumi nusantara ini, khususnya kasus korupsi kelas kakap yang telah terbenam dalam etalase politik mafia. 
Disorientasi
Tidak bisa dinafikan bahwa kondisi dunia hukum kita saat ini sangat sarat dengan praktik penegakan hukum yang mengalami disorientasi kinerja. Sehingga sebelum terlalu jauh mengurai ekspektasi dan atensi terhadap persoalan kiprah KPK selama ini, alangkah baiknya masyarakat mampu memetakan kondisi real mengenai patologi disorientasi dalam dunia lembaga hukum dan penegakan hukum kita. Adapun disorientasi yang dimaksud adalah;
Pertama, disorientasi  tugas dan fungsi penegak hukum. Polisi, jaksa, pengacara dan hakim saat ini tampak kehilangan jati diri. Hal itu terdeteksi dengan terang benderang melalui keberadaan lembaga pengawas eksternal seperti Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian hingga lembaga super body (KPK) yang merupakan salah satu faktor kemandulan institusi penegak hukum di atas dalam menangani proyek pemberantasan mafia hukum, apalagi lembaga penegak hukum tersebut pun terindikasi secara jelas dan tegas sebagai bagian dari mafia hukum itu sendiri disatu sisi. Serta disisi yang lain, pelaksanaan  peran dan fungsi lembaga penegak hukum yang belum efektif. 
Kedua, Disorientasi instutusi pengawasan, penghakiman atau pengadilan. Disorientasi ini menemukan teksurnya ketika muncul ketidakjelasan tentang batas-batas sistem pengendalian internal dan eksternal dalam penegakan hukum. Dari domain pengawasan, penghakiman dan pengadilan internal, yang keseringan terjadi kemudian adalah kontrol internal dilakukan oleh masyarakat sipil, padahal berdasarkan logika birokrasi seharusnya kotrol, penghakiman, pengadilan dan pengawasan dilakukan oleh lembaga pengawas internal), apalagi mengingat khususnya petinggi institusi pun tersandung masalah. Sedangkan dari domain eksternal, pengawasan, penghakiman dan pengadilan justru dilakukan oleh orang dalam lembaga penegak hukum itu sendiri. Dari logika jongkok inilah nampak ketidakjelasan antara siapa mengawasi siapa, siapa meneror siapa, dan siapa yang menghakimi siapa.
Lebih tidak jelas lagi kepada siapa semua fungsi kontrol tersebut harus dipertanggungjawabkan, kepada KPK sebagai lembaga super body atau lembaga pengawasan internal masing-masing, kepada DPR RI sebagai lembaga pengawas kinerja pemerintah (eksekutif) atau kepada rakyat Indonesia, atau masyarakat sipil di mana saja dan kapan saja dikehendaki rakyat Indonesia itu atau hanya kepada seorang Presiden saja. 
Ketiga, disorientasi pemaknaan hukuman. Terdapat kekeliruan yang mendasar mengenai hukuman yang dipandang sebagai satu-satunya alat untuk penjeraan dan pertobatan. Logika penitikberatan penindakan ketimbang pencegahan merupakan cara berpikir yang sangat fatal dalam menegakkan hokum dan keadilan.
Konsekuensi logis lembaga super body
Mengacu pada ego kelembagaan, mau tidak mau serta suka tidak suka, pimpinan KPK kita selama ini telah menyiapkan langkah strategis untuk menangani dan mengungkap aktor utama di balik semua kasus yang belum tersentuh hukum. Apalagi mengingat misi utama mereka ketika pertama kali terpilih sebagai pimpinan KPK adalah menyelesaikan kasus korupsi kelas kakap. Sehingga tidak salah jika kemudian upaya penyelesaian kasus korupsi seharusnya memberikan atensi yang signifikan terhadap kasus korupsi kelas kakap secara komprehensip, mengingat tujuan pembentukan lembaga tersebut adalah untuk memberantas korupsi hingga keakar-akarnya. 
Kasus korupsi seperti BLBI, BULOQ, CENTURY, Mafia Pajak, Tiket Pelawat, Wisma Atlet dan lain-lain yang merugikan negara hingga triliunan rupiah yang sempat mewarnai wacana pemberantasan korupsi oleh KPK dan LSM, seharusnya mendapatkan porsi concern khusus dari pimpinan KPK yang baru. Namanya saja kasus korupsi kelas kakap, berarti sumber, penyalur, motif, penggunaan serta implikasinya juga serba kakap alias luar biasa. Sehingga tidak salah jika kemudian korupsi kelas kakap disinonimkan dengan genosida (pembantaian umat manusia secara membabi buta). Sehingga merupakan konsekuensi logis jika kemudian kasus tersebut ditangani dengan sentuhan yang luar biasa dan khusus pula. 
Saat ini memang lumayan banyak pejabat tinggi, tokoh politik, tokoh agama, dan jebolan kapitalis yang sudah (dan sedang) diperiksa aparat penegak hukum karena diduga melakukan korupsi. Namun, banyak kalangan menilai upaya itu masih bersifat tebang pilih. Koruptor kelas Teri saja yang ditindak, sementara yang kelas Kakap tidak disentuh. Mengapa ini terjadi? Aparat penegak hukum justru ikut melebur dan bahkan menjadi bagian dari sistem koruptif itu. Logikanya sederhana, bila mereka gagal entah itu karena intervensi politis atau konflik kepentingan lainnya dalam menindak dan menjerat koruptor yang jelas-jelas bisa dipidanakan, itu berarti mereka bersikap permisif dan kompromistis, sehingga turut menyuburkan praktek korupsi yang seharusnya mereka tentang.
Keterperangkapan aparat penegak hukum dalam sistem yang koruptif itu secara tak langsung mengungkapkan sisi personalitas mereka. Inilah problem berikutnya, mereka menjadi aparat yang bertindak sesuai dengan petunjuk eksternal dan mengabaikan keputusan dan kesadaran personal. Dalam bahasa politis, mereka bekerja dan bertindak berdasarkan peran yang ditentukan oleh spiral koruptif struktur atau sistem. Ketakberdayaan aparat penegak hukum berhadapan dengan lingkaran koruptif itu memudarkan kualitas kejujuran, reputasi, dan integritas moral personal mereka. Ini berakibat langsung pada mandeknya upaya pemberantasan korupsi
Fakta bahwa negara kita selalu ikut-ikutan dalam klasemen sepuluh besar negara terkorup di dunia seharusnya menjadi pukulan telak bagi kita semua sebagai masyarakat Indonesia, jangan malah dijadikan sebagai kebanggaan dan kemuliaan.
Ekspektasi masyarakat akan penuntasan kasus korupsi kelas kakap diatas tentunya hanya akan menjadi utofia belaka jika pimpinan KPK ternyata hanya mampu mengumbar statement-statement keras dan tegas, tetapi tidak mampu mengimplementasikannya dalam bentuk tindakan real pemberantasan korupsi yang tidak memandang stutus dan posisi hukum, politik dan ekonomi seseorang. 
Tuntutan realisasi setiap statement pimpinan KPK yang berkomirmen menyelesaikan semua kasus korupsi tersebut, menjadi tuntutan yang tidak bisa ditawar, karena tugas KPK memamng seperti demikian. Bayangkan, berdasarkan amanat fungsionalnya, misi KPK jelas, mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi. Itu berarti segala permasalahan yang menyangkut korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dituntaskan. Visinya pun tidak main-main. KPK ditugasi menjadi penggerak perubahan, supaya bangsa ini menjadi bangsa yang antikorupsi.
Bila diukur dari bentuk dan prosesnya, sejak pembentukannya, selama ini KPK memang telah berupaya menemukan figur pimpinan yang memiliki kualitas seperti kecakapan intelektual, wawasan yang luas, pengetahuan yang mumpuni, serta reputasi dan integritas moral yang baik. Hanya saja, kita juga harus menggaris bawahi bahwa mutu, kualitas, serta berhasil tidaknya upaya pemberantasan korupsi tidak bisa diukur hanya dari keterpilihan pemimpin yang ideal diatas, karena itu hanya langkah awal. Bukti bahwa pimpinan benar-benar orang yang tepat baru bisa dinilai dan diketahui ketika mereka sudah selesai bekerja. Artinya, kemampuan mereka untuk merealisasi visi dan misi KPK menjadi ukuran kualitas mereka yang sesungguhnya. Inilah yang diharapkan dan ditunggu-tunggu publik.
Pertimbangan 
Untuk mewujudkan harapan ini memang tidak mudah. Dengan berkaca pada problem besar lingkaran setan sistem koruptif di atas, minimal, ada dua hal yang perlu ditumbuh-kembangkan adalah; 
Pertama, sebagaimana demokrasi yang tidak bisa hidup tanpa partisipasi politik publik, maka penegakan hukum dan pemberantasan korupsi juga tidak bisa terjadi tanpa pengawasan dan tekanan publik. Itu berarti kita tidak bisa sepenuhnya hanya berharap pada kesadaran pribadi para pemimpin KPK apalagi ketua KPK seorang diri. Peran pengawasan ini tentu saja diharapkan muncul dari media, pers, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, intelektual, atau masyarakat pada umumnya, sehingga personel KPK selalu diingatkan dan responsif terhadap tuntutan berbagai kalangan agar usaha pemberantasan korupsi itu benar-benar dijalankan dan membawa hasil.
Kedua, partai politik sebagai gerbong penyalur pejabat publik seharusnya memiliki political will untuk mendukung agenda pemberantasan korupsi dari KPK, apalagi mengingat aktor korupsi yang dominan adalah para politisi, baik yang menjabat pada lembaga eksekutif maupun pada lembaga legislative dan yudikatif. 
Ketiga, hukuman bagi para koruptor seharusnya dimaksimalkan. Pengadilan menjadi lembaga yang menakutkan bagi mereka yang hobby melakukan korupsi. Sehingga implikasi efek jera bagi siapapun untuk melakukan korupsi bisa menjadi pencegah alternatif selain pendidikan anti korupsi. 
Jika kemudian, hal di atas pula hanya dijadikan azhimat politik dalam rangka meraup popularitas, maka jangan harap bangsa dan negara ini bisa keluar dari kubangan korupsi yang penuh dengan kehinaan dan kemurtadan.
Tidak ada kata tidak untuk mengatakan dan merealisasikan bahwa kezaliman dalam penegakan hukum harus segera dibumihanguskan oleh siapa pun terhadap siapa pun di negeri tercinta ini.

PEMBERANTASAN KORUPSI !!! MUNGKIN KAH?


 Oleh: Subiran Paridamos S.Ip, M.Ik 

Setelah rencana pemerintah yang ingin menaikkan harga BBM (bahan bakar minyak) sempat menjadi isu krusial beberapa minggu terakhir ini, kita berharap masyarakat kembali berfokus pada isu korupsi dan koruptor sebagai permasalahan utama dan terutama yang melilit bangsa ini yang harus segera mendapatkan perhatan ekstra. Isu kenaikan BBM yang dihembuskan pemerintah melalui alibi penyehatan APBN juga tidak bisa dilepaskan dari korupsi dan koruptor. 


Sebab, sedikit banyak korupsi merupakan kontributor utama yang membuat APBN kita menjadi terancam devisit. Dengan demikian, maka masyarakat seantero republic seharusnya kembali menggugat maraknya pejabat public yang terkena sindrom penyakit kawanan pejabat public (KKN). 




Sebagaimana mafhum, di Indonesia, selain persolan kemiskinan, pengangguran serta BBM, korupsi mungkin merupakan salah satu isu politik, hukum, budaya, pendidikan, dan agama yang paling susah untuk dibumihanguskan dari etalase hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Segala cara telah dikerahkan oleh para penentu kebijakan tertinggi republik ini untuk meluluhlantahkan wacana dan laku biadab tersebut. 

Tetapi dengan usia republik yang sudah mendekati 67 tahun serta 13 tahun usia reformasi, tidak kunjung juga ada penyelesaiannya, alih-alih, korupsi dan koruptor justru semakin terorganisir hingga menghegemoni hampir segala sendi hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Parahnya wacana dan laku koruptif tersebut di aktori oleh mereka-mereka yang duduk di kursi kekuasaan eksekutif, legilislatif dan yudikatif. 

Ketiga lembaga suprastrusktur politik tersebut kadang kala sering berkolaborasi untuk menghalalkan budaya koruftif tersebut melalui legitimasi dan legalisasi regulasi. Artinya jika ketiga lembaga tersebut sudah terkooptasi oleh wacana dan laku politik yang serba koruftif, maka kepada siapa lagi masyarakat Indonesia menggantungkan harapannya dalam penuntasan budaya yang edan dan murtad tersebut. 

Sehingga tidak salah jika kemudian sekilas kita melihat bahwa upaya yang selama ini dilakukan oleh para penegak hukum kita dalam memerangi korupsi, justru hanya merupakan permainan politik penyesatan. Alias perang-perangan melawan korupsi. Bagaimana mungkin penegak hukum kita bisa menyelesaikan atau membumihaguskan korupsi, sementara lembaga penegak hukum merupakan salah satu corong mafia korupsi. 

Cukup ironis memang jika membandingkan antara ekspektasi dan artikulasi wacana yang digulirkan melalui wacana dan laku politik entah melalui media cetak maupun eletronik oleh para penentu kebijakan tertinggi di republik ini, dengan hasil nyata pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum kita misalnya KPK. 

Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah mengapa dibalik atensi dan ekspektasi disati sisi dan daya serta upaya yang menggunung dari semua kalangan dalam menumpas budaya setan tersebut, korupsi masih tetap saja merajalela dalam etalase hidup dan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita khususnya dilembaga suprastruktur politik (eksekutif, legislatif dan yudikatif)? Apakah niatan dan cara yang kita lakukan selama ini hanyalah ritual seremoni simbolis untuk menegaskan bahwa sesungguhnya kita tidak punya kekuataan apa-apa untuk berperang dengan para koruptor dan mazhab pemikiran korupsi-isme? 

Korupsi dan koruptor sebenarnya adalah sebuah term yang sudah lama mendarah daging dalam nekleus akal rakyat Indonesia sejak pra kolonialisme eropa hingga pasca kemerdekaan. Tetapi entah mengapa beberapa tahun terakhir, khususnya pasca reformasi bergulir, term tersebut begitu populer, sampai-sampai rakyat seantero republik ini begitu ilfil dan alergi dengan term “korupsi dan koruptor”. 

Hal tersebut tentu erat kaitannya dengan terbukanya kran demokratisasi yang menuntut keterbukaan partisipasi politik disatu sisi dan akses informasi oleh masyarakat disisi yang lain. Sehingga korupsi yang tidak tercium dan tersentuh oleh masyarakat dimasa dekade pemerintahan rezim orde baru, mengalami transformasi yang cukup signifikan di jaman orde reformasi seperti sekarang ini. Akhirnya hampir setiap ruang dan waktu, kita bisa mengetahui, mendeteksi dan mengakses kasus-kasus korupsi yang diskenariokan oleh para koruptor dilembaga tinggi negara.

Hal ini tentu seiring dan sejalan dengan tuntutan dan dukungan dari kalangan masyarakat dengan partisipasi politiknya untuk menyerukan pemberantasan korupsi secara masif dan konsisten. Hanya saja, ada nada pesimis dari sebagian kalangan masyarakat tentang pemberantasan korupsi di Indonesia, meski KPK berdiri didepan masyarakat dalam skenario pemberantasan korupsi.

Sebab KPK yang merupakan lembaga super body dalam hal pemberantasan korupsi yang begitu dipercaya masyarakat, ternyata tidak jarang kemasukan angin kepentingan politik. Apalagi mengingat pemilihan pimpinan lembaga tersebut, juga merupakan out put dari proses politik di DPR yang tentunya mau tidak mau dan suka tidak suka kemungkinan besar bersentuhan dengan kepentingan politik tertentu. 

Sehingga konsekuensi logisnya adalah orientasi pemberantasan korupsi di Indonesia tentu juga akan sarat dengan tendensi kepentingan politik. Dengan situasi dan kondisi yang demikian, pertanyaan selanjutnya yang timbul adalah Apakah lembaga KPK secara khusus dan masyarakat Indonesia secara umum sudah terindikasi tidak tahan tempa lagi dalam mengurai benang kusut lingkaran setan problemantika korupsi dan koruptor yang merajalela di republik ini?. 

Apakah reaksi dan aksi tersebut justru sebagai petanda bahwa kita memang kurang mampu mengurai esensi nilai kemanusiaan kita sebagai sebuah bangsa, sehingga hantaman gelombang problem kebangsaan dan kenegaraan misalnya korupsi tidak mampu kita bumi hanguskan?. Jika menengok Indonesia dijaman lalu, seharusnya kita harus optimis dalam mengurai segala problemantika sistem koruptif yang melilit bangsa dan negara.

Tiga setengah abad dijajah oleh sistem yang korup bangsa eropa (Portugis, Belanda, Inggris, Prancis) dan kampiun Asia (Jepang) dengan segala modus, tekstur dan konturnya yang bervariasi, tidak membuat bangsa seantero nusantara ini, putus asa dalam mengkonstruksi, mendekonstruksi hingga merekonstruksi dasar, cara, strategi, tehnik dan taktik dalam melumpuhkan sistem tersebut. 

Dengan ikhtiar yang sungguh-sungguh, persatuan diantara semua kalangan dan komitmen serta konsistensi untuk membumihanguskan sistem korup yang dibawah bangsa penjajah tersebut, akhirnya tahapan pertama dari agenda pemberantasan korupsi (mengusir penjajah dari bumi Indonesia) teraktual ketika bangsa ini terbentuk di tahun 1928 dan negara ini terlahir ditahun 1945. 

Tiga setengah abad bukanlah waktu yang singkat untuk keluar dari gulungan gelombang besar sistem korup yang telah meluluh-lantahkan bangunan nilai kultural, mental dan spritual kemanusiaan kita sebagai sebuah bangsa. Para pemimpin dan rakyat Indonesia ketika itu bahu membahu dengan slogan pantang menyerah dan mengeluh dengan keadaan yang begitu mematikan tersebut. 

Cukup menggelikan memang, jika menyaksikan wacana dan laku politik dan hukum sebagian besar eleman bangsa entah itu pengamat, praktisi, ilmuwan, negarawan, akademisi, mahasiswa, tukang becak, penjual sayur, petani hingga buruh dewasa ini yang seharusnya mencontoh kiprah dan perjuangan para pendahulunya yang begitu optimis, justru begitu pesimis dan bahkan ilfil dan alergi dengan “Korupsi dan Koruptor”. 

Sehingga agenda pemberantasan korupsi mandek sebelum dilakukan. Ibarat sebuah peri bahasa “kalah sebelum berperang. Akhirnya keilfilan dan kealergian tersebut semakin membuat kita kehilangan pijakan berpikir, berkata dan bertindak untuk mengurai akar pembentuk, pencegahan dan penindakan dalam membumi hanguskan korupsi-isme dan koruptornya. Bukankah ini mengindikasikan bahwa bangsa kita memiliki mental budak dan jajahan?

Apakah ia demikan? Ataukah mungkin bangsa dan negara kita masih sebatas imagined community versi Benedict DOG Anderson yang sesungguhnya belum mampu mengurai esensi dan substansi nilai kemanusiaan kita sebagai sebuah bangsa dan negara dalam diagram aktual comunity?, mengingat selama ini, nilai ketuhanan dan keagamaan sebagai terjemahan sila pertama Pancasila hanya terpampang dalam etalase nilai ideal atau sebatas mitos yang hanya dijadikan azimat politik sebagai afirmasi, seolah-olah bangsa kita adalah bangsa yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan ketauhidan padahal kenyataannya sebaliknya. 

Parahnya lagi, Ilmu pengetahuan tentang kearifan kebangsaan dan kenegaraan yang melekat dalam memori otak kita sebagai generasi pelanjut kemerdekaan, ternyata hanya mampu menjadi perpustakaan akal yang tidak terjamah oleh laku perbuatan. Memang sangat ironis, mengingat nenek moyang kita dulu sangat miskin teori agama dan ilmu pengetahuan?, tapi mereka mampu menorehkan kuas keuletan visi peradaban yang lebih bijak ketimbang peradaban kita hari ini?. 

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa sedikit atau banyaknya, penjajahan sistem korup orang eropa (Portugis, Belanda dan Inggris) dan Asia jauh (Jepang) telah membentuk mental dan spritual bangsa ini dalam bingkai hegemoni pikiran, perkataan dan perbuatan untuk melanggengkansistem tersebut, sehingga visi peradaban yang kita khittahkan pasca kemerdekaan sama dan serupa dengan visi peradaban yang dititahkan sistem korup orang eropa tersebut.

Bangsa dan negara Indonesia telah 66 tahun merdeka, dan 13 tahun keluar dari penjajahan orde baru, tetapi sistem kebangsaan dan kenegaraan kita tetap saja mengaimpor sistem korup yang pernah menjadi penjajah bangsa kita dimasa lalu. Parahnya lagi, ternyata kita telah memproduksi kembali sistem korup tersebut dengan aksesoris yang lebih canggih, agar secara fisik-material berbeda dengan sistem orang eropa, tetapi tidak jauh berbeda secara filosofis-substansial. 

Lihat dan saksikan saja dalam hidup dan kehidupan keseharian kita, mulai dari rumah tangga, sekolah, kampus, lembaga suprastruktur politik (eksekutif, legislatif dan yudikatif), LSM, pasar, hingga terminal, ternyata turut pula memproduksi bahkan melanggengkan sistem korup dan laku perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme yang selama ini kita hujat dan kecam dengan begitu emosional. 

Penulis sengaja tidak mengetengahkan defini korupsi, karena penulis merasa bahwa tidak ada satupun ilmuwan dan filosof sosial yang bersepakat terhadap definisi definitif atas term korupsi. Tetapi mereka sepakat akan satu hal, bahwa korupsi adalah tindakan kejahatan karena telah mengambil hak yang bukan menjadi haknya. 

Sehingga jika ditinjau dari persfektif nilai kemanusiaan, sesungguhnya korupsi adalah serpihan kecil dari hasrat nafsu kebobrokan manusia sejak bercengkrama dengan lingkungan sosial, atau puing atom dari bangunan kemunafikan kita dalam mencari, memahami, dan menerjemahkan nilai kemanusiaan yang sejatinya.

Korupsi sebagai suatu tindak kejahatan yang menyimpang dari nilai kemanusiaan, sebenarnya sudah lama mendapatkan posisinya dalam percaturan sejarah peradaban manusia, sehingga usianya hampir sama dengan peradaban itu sendiri. Sebab manusia sendirilah yang menciptakan sistem korup tersebut. 

Belajar dari para Nabi Salah satu alasan yang bisa dideteksi dari proses diutusnya para nabi di muka bumi adalah untuk membumihanguskan sistem yang diciptakan, dipelihara dan dikultuskan oleh manusia tersebut, sehingga tidak rancu jika kemudian hampir sebagian besar para nabi dan rasul diturunkan dalam konstalasi peradaban yang serba korup. 

Mereka hadir dengan membawa misi untuk meluruskan pandangan dunia (aqidah) dan pandangan hidup (syariah/ideologi)manusia dalam mengarungi dan mengurai hidup dan kehidupannya agar tidak terjerembab oleh wacana dan laku peradaban yang koruptif tersebut. Mereka meyakini bahwa peradaban manusia yang berdiri kokoh dibawah payung sistem yang korup, hanya bisa dibumihanguskandengan dasar, cara dan tujuan yang diturunkan oleh sang pencipta hidup dan kehidupan. Sebab tidak ada visi peradaban yang lebih arif dan bijak dari visi peradaban yang dititahkan oleh tuhan. 

Oleh karena itu korupsi dan koruptor hanya bisa dibumi-hanguskan dengan cara dan metode yang dibawa oleh para manusia maksum diatas. Sebab cara dan metode yang mereka aktualisasikan adalah karunia dan tuntunan ilahi yang tidak bisa ditandingi oleh teori manusia semoderen apapun. Mereka memulainya dengan melakukan revolusi pemikiran manusia yang serba materialistis tersebut.

Sebab akar dari sistem koruptif yang mengangkangi dunia manusia adalah pandangan dunia materialisme tersebut. Mereka menyemaikan pada akal dan hati manusia bahwa pandangan dunia materialis harus didiskreditkan dengan konsep ketauhidan. Sebuah kredo yang menyeru, membimbing dan mengartikulasikan kehidupan dibawah naungan sang maha pencipta. Bahwa sesungguhnya dialah dzat yang maha tahu (lebih tahu dari KPK), maha kuasa (lebih kuasa dari presiden dan raja), maha perkasa (lebih perkasa dari jaksa, polisi, hakim, pengacara dan LSM), serta maha-maha yang lain yang tidak terbatas. 

Bahwa segala yang ada di alam semesta dengan segala hiruk pikuknya adalah pengetahuannya, sehingga segala tindak tanduk fenomena mikro dan makro kosmos senantiasa dalam pengawasannya termasuk korupsi. Manusia diajarkan, dibimbing, dinasehati, dijanjikan, serta ditakut-takuti untuk berpikir, berkata dan bertindak hanya atas keridhaannya. Menjadi ibu rumah tangga karena Allah, menjadi ayah karena Allah, menjadi anak, menantu, pejabat, mahasiswa, tukang becak, hakim, jaksa, pengacara, polisi, uztad, ulama, dan lain-lain semata-mata dari, oleh dan untuk Allah.

Bukannya berpikir dan bertindak karena yang lain. Korupsi akan selamanya terjadi jika wacana dan laku manusia masih saja diorientasikan bahkan mengkultuskan materi. Salah satu contohnya adalah mengapa pejabat publik di negara kita terus saja melakukan laku koruptif? Itu karena mereka menyembah materi (anak dan istrinya). Mereka menjadi pejabat yang korup karena ingin memenuhi kebutuhan anak dan istri dengan tendensi material. 

Beli mobil buat anak, beli rumah baru buat istri, dan beli-beli yang lain demi, oleh dan untuk anak dan istri. Konsep ketauhidan yang diusung oleh para nabi yang pernah ada dimuka bumi merupakan ushul/pondasi awal mengurai hidup dan kehidupan sebagai manusia dalam memberantas sistem korup yang diciptakan oleh manusia lain yang tidak mempercayai allah sebagai tuhan pencipta kosmos (mikro maupun makro).

Inilah esensi beragama yang menjadi atensi urgen yang bisa menjadi pijakan manusia dalam merangkai serpihan demi serpihan kebobrokannya di tengah tandus dan keringnya wacana dan lakuketauhidan. Berdasarkan uraian diatas, maka sesungguhnya korupsi awal, terbesar dan terdahsyat umat manusia bukanlah mengambil hak orang lain atau rakyatnya, apalagi jika sifatnya material (uang) dan diperoleh entah melalui legalisasi aturan maupun penyimpangan regulasi, tetapi korupsi terbesar dan terdahsyat yang dilakukan oleh umat manusia adalah korupsi terhadap nilai kemanusiaan dan ketauhidan itu sendiri.

Kamis, 19 Mei 2016

POLITIK PANCASILA IDENTITAS KEINDONESIAAN


Oleh : Andi Muslimin S.Ip (Ketua Umum MPPI)

Politik dan pancasila adalah keterikatan bagaikan anak dan induk, memisahkan hubungan keduanya sama saja telah menganiayah dan mendzalimi kebutuhan induk pada anak dan kebutuhan anak pada induknya. Begitulah hubungan pancasila dan politik bagi bangsa indonesia. Semangat kemerdekaan dan pembangunan bangsa indonesia telah membuktikan banyak dalam dekade sejarahnya, bagaimana kekuatan pancasila sebagai ideologi bangsa, yang mampu memberikan militansi kepada masyarakat indonesia yang berbeda rupa, suku, budaya dan agama untuk bergotong royong demi kesatuan dan persatuan bangsa.

Pancasila merupakan sumber atau rujukan utama bagi bangsa indonesia, karena mengingat bahwa pancasila merupakan ideologi bangsa indonesia, dimana kemestiaannya tidak mengenal tawar menawar dalam prakteknya. Maka sikap praktis apapun yang ingin diluapkan oleh setiap masyarakat indonesia, haruslah bersumber dan selaras dengan pancasila. Pancasila adalah ideologi, dimana pengertian ideologi adalah seperangkat pandangan universal tentang hidup dan kehidupan yang mesti dan tidak mesti dilakukan oleh setiap penganut ideologi. Artinya, bahwa setiap individu dan masyarakat haruslah berfikir dan berperilaku yang mesti dan tidak mesti sesuai pancasila, ini merupakan dasar atau pijakan umum sebagai masyarakat bangsa indonesia. Sedangkan pengertian politik adalah penjewantahan dari landasan umum atau ideologi.

Dimana politik haruslah melakukan pengarahan atau pembimbingan individu dan masyarakat indonesia menuju hakikat dan nilai kemanusiaan yang sesuai dengan landasan umum atau ideologi, yakni pancasila. Sederhananya adalah bahwa setiap individu dan masyarakat indonesia haruslah berpolitik atau beraktivitas apapun itu demi dan untuk keTuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan adil dan beradab, persatuan indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

Munculnya kecelakaan politik seperti yang terjadi dalam beberapa dekade belakangan ini dan pengalaman berbangsa dan bernegara di Indonesia, sering kita temukan setiap lima tahun sekali dalam pemililhan umum banyak luapan keluar dari etika ataupun tata krama keindonesiaan. Mendahulukan hujatan karena perbedaan antara satu dengan yang lainnya, ditambah lagi maraknya peran mendahulukan kepentingan kelompok diatas kepentingan umum, melibatkan individu dan masyarakat terlibat intolerasi dengan melecehkan, menghina dan mengfitnah, sampai melakukan teror yang mematikan. Ini merupakan bagian wajah nyata bahwa perilaku politik seperti ini tidaklah selaras dengan pancasila sebagai landasan hidup dan kehidupan bangsa indonesia. Aktivitas beringas dan kejam ini, merupakan upaya yang tidak rasional dan gila adalah luapan yang menganggap hanya dirinyalah yang benar, dan yang lain salah. Ini merupakan pengetahuan yang jongkok, sempit dan cenderung mendzalimi persatuan dan kesatuan bangsa indonesia. Ini bagian dari upaya penentangan terhadap pancasila dengan kecenderungan terhadap radikalisme. Padahal kalau sekiranya kita merenung sejenak, kesaktian pancasila itulah keberagaman. Dimana menyatukan berbagai perbedaan menjadi satu kebersamaan, yakni keberagaman berperikemanusiaan.

Sebagai manusia indonesia sudah seharusnya meluapakan berbagai aktivitas politik atau apapun haruslah tetap dalam lingkaran hidup dan kehidupan pancasila yang merupakan azas bangsa. Yakni keselurahan gerak berfikir dan berperilaku mesti dan tidak mesti tidak boleh bertentangan dengan pancasila itu sendiri. Pancasila bukanlah sekedar simbol peletakan, tetapi merupakan ideologi bangsa. Dimana keseluruhan perilaku individu dan masyarakat harus benar sesuai pancasila, bukan benar karena perbandingan yang lain adalah salah. Kemudian benar itu datangnya dari orang tertentu, dan salah karena berbeda dari orang tertentu pula. Seharusnya benar karena kebenarannya benar tanpa perbandingan dari yang lainnya.

 Pengertian kebenaran, yaitu kesesuaian antara ide dan realitas adalah keniscahayaan yang tidak boleh keluar dari nilai demarkasi tersebut. Bahwa masyarakat indonesia itu satu sama lainya berbeda, ini adalah kebenaran yang benar, tanpa melakukan perbandingan apapun dengan yang lainnya. Sehingga, dengan adanya perbedaan itu bukan berarti kita harus memaksakan menjadi sama, dan sama menurut orang tertentu, inilah yang dinamakan ketidakadilan. Kita berbeda, itu ya. Terbukti indonesia berdaulat diatas perbedaan suku, budaya dan agama. Maka sudah sepatutnya berbeda, Olehnya itu, pancasila hadir menjadikan masyarakat indonesia menjadi sama dalam satu kesamaan yang sama bahwa masyarakat indonesia sama dalam kemanusiaan dan satu dalam kesatuan terbingkai dalam kesamaan yang sama, bahwa setiap masyarakat indonesia adalah individu dan masyarakat pancasila. Masyarakat dengan nilai tata krama yang baik, penuh dengan toleransi berperikemanusian, berkeadilan demi persatuan dan kesatuan Republik Indonesia.

PANCASILA SEBAGAI DASAR MORAL POLITIK BANGSA

Dalam setiap praktek politik sikap mulia dalam mengimplementasikan hidup dan kehidupan indonesia,bukan bagian dari ambisi pribadi tetapi bagian kewajiban keadilan sosial demi persatuan indonesia. Karena seseorang yang terlalu berambisi secara pribadi tidak akan melakukan kewajiban keadilan bagi segenap masyarakat indonesia, tetapi akan jauh dari nilai kemanusiaan adil dan beradab dan ini sangat bertentangan dengan pancasila.

Meluapkan semua aktivitas politik harus dipahami bahwa ideologi berperan sebagai objek ukur bagaimanamestinya bermasyarakat yang baik, menjalankan pemerintahan, bersikap menjadi pemimpin yang benar dan berkeadilan merupakan kajian ideologi. Hampir semua filsuf politik menempatkan ideologi sebagai sifat yang mesti terhadap politik. Bukan sebagai kata sifat atau sesuatu yang dilekatkan sebagai sifat lain kepada politik. Tetapi telah menjadi bagian atau dirinya sendiri, keduanya saling berhubungan antara penjelas dan yang dijelaskan.

Para pemikir pendahulu Indonesia sudah mengenal betul bagaimana peradaban dunia bisa tumbuh dan berkembang, serta bertahan menjadi peradaban yang besar. Kesemuanya ditopang oleh sebuah ideologi bagi bangsa peradabannya, atas dasar itu founding father dan founding mother bangsa indonesia dalam melihat kemajemukan masyarakat indonesia baik dari ras, suku, budaya dan agama telah menyiapakan ideologi, yaitu pancasila. Agar setiap individu dan masyarakat indonesia menjadi satu, tidak saling bertentangan. Pancasila adalah ideologi bangsa yang berfungsi sebagai dasar moralitas pada seluruh aspek hidup dan kehidupan. Bahwa menetapkan sistem bergerak dalam tujuan bersama hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara dengankeadilan, kesejahteraan, dan kedamaian dalam kehidupan bersama.

Untuk lebih mempertajam pemahaman tentang moralitas pancasila dikemukakan menyangkut perilaku dan perbuatan yang pada gilirannya dapat menentukan apa yang mesti dan tidak mesti dilakukan. Diantaranya adalah : Pertama, moralitas yang menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan. Di antara beberapa cara yang tepat. Artinya, cara yang diharapkan dan benar. Misalnya, jika menyerahkan sesuatu kepada atasan, harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Dianggap tidak bermoral, bila seseorang menyerahkannya dengan tangan kiri. Tetapi tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan. moralitas memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. Menyangkut pembahasan apakah suatu perbuatan boleh dilakukan, ya atau tidak. Contohmengambil barang milik orang lain tanpa izin, tidak pernah dibenarkan/diperbolehkan. “jangan mencuri adalah merupakan suatu norma moral”. Apakah mencuri dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri. Normamoral tidak terbatas pada cara perbuatan dilakukan, melainkan menyangkut perbuatan itu sendiri.

Kedua, moralitas yang berlaku dalam setiap dimensi baik pergaulan, sifatnya diri sendiri maupun sosial. Artinya, bila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada saksi mata, maka moralitas tetap berlaku. Misalnya, ada banyak peraturan yang mengatur cara makan. Dianggap tidak bermoral, bila kita makan sambil berbunyi atau meletakkan kaki di atas kursi, dan sebagainya. Dan ini pun berlaku bagi diri sendiri, ketika kita lagi sendiri.moralitas selalu berlaku dalam setiap keadaan, walaupun tidak ada saksi mata. Moralitas pancasila tidak tergantung pada hadir tidaknya orang lain. Larangan untuk mencuri selalu berlaku, dengan kesadaran ada orang lain, hadir melihat atau tidak. Begitu pula jika meminjam suatu barang kepunyaan orang lain, terdapat kesadaran untuk mengembalikan, walaupun pemiliknya sudah lupa.

Ketiga, moralitas bersifat objektif. Dianggap tidak sopan dalam satu tempat, tetap berlaku sama pada tempat yang lain. Keempat, moralitas tidak hanya memandang dari segi lahirnya saja, serta moralitasmenyangkut sesuatu yang mendalam. Banyak penipu berhasil dengan maksud jahatnya, justru meyakinkan orang lain. Bagi orang lain bahwa politik terkadang mampu untuk bersatu (menyatu) dengan kemunafikan, tapi bagi moralitas pancasila adalah sangat tidak tidak dibenarkan.

Orang yang bersikap dengan dasar pancasila dalam berperilaku politik adalah orang yang sungguh-sungguh melakukan yang benar dan baik. Apabila ada dua hal yang bertentangan, mungkin salah satunya saja yang benar atau kedua-duanya salah. Tetapi sebuah kewajaran dan telah menjadi keniscayaan jika kita menemukan benar yang berlainan di dunia ini. Benar yang dimaksud dalam kategori peraturan, bahkan mungkin bertentangan antara benar menurut suatu waktu dengan benar menurut waktu yang lain, atau benar menurut suatu golongan/kelompok dengan benar menurut golongan/kelompok yang lain, sebab peraturannya berlain-lainan. Apalagi apabila peraturannya bertentangan antara suatu tempat dengan yang lain atau suatu waktu dinamakan ‘benar’.

Karena itu, kebenaran di dunia ini apabila hanya didasarkan peraturan yang bertopang pada manusia akan kurang sempurna, maka perlu disempurnakan dengan peraturan yang tidak mengandung perlawanan di dalamnya. Yakni kebenaran yang didasarkan kepada peraturan yang dibuat oleh Yang Maha Esa, sebagai pijakan untuk tidak saling menyerang benar yang lain, tetapi saling menerima benar yang benar ataupun meluruskan benar yang yang berlawanan dengan tuntutan Yang Maha Esa.

Moralitas pancasila mengandung segi-segi persesuaian erat hubungannya dengan Tuhan sesuai maklumat sila pertama, yakni KeTuhanan yang Maha Esa. Setiap perbuatan dan perilaku politik baik yang bersifat individu maupun interaksi sosial bertujuan melaksanakan dan mencapai tujuan yang seharusnya. antara lain : Pertama,moralitas kecenderungan (keinginan) untuk mengerjakannya sesuatu yang bermanfaat bagi kemanusiaan masyarakat. Kedua, menciptakan budaya politik yang sehat dan secara tetap mengerjakannya tanpa memerlukan pikiran lagi. Ketiga, menangnya keinginan manusia dengan menetapkan suatu putusan atau pilihan bersama. Hal ini merupakan suatu proses dari sejumlah keinginan terhadap alam rasional mahluk berakal yakni manusia. Kemudian bimbingan mana yang harus dengan kata lain, mana yang harus didahulukan.

Membangkitkan kesadaran moralitas pancasila dalam berpolitik merupakan bagian tuntutan keadilan. Penyelesaian tidak akan terwujud bila tidak mengacu dan perpedoman pada moralitas pancasila. Sering terlontar sebuah pernyataan “perubahan harus konstitusional”, “mengikuti prosedur dan tata tertib”, hal ini menunjukan betapa pentingnya implementasi politik yang berpancasila secara konkrit. Tujuan utama politik pancasila adalah mengarakan hidup dan kehidupan yang benar dan baik secara bersama dan untuk orang lain, dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi-institusi yang adil. Serta sebagai benteng menghalau radikalisme yang ingin menghancurkan bangsa indonesia.

Politik pancasila membantu menganalisa korelasi antara tindakan individual dan tindakan kolektif maupunstruktur-struktur yang ada di tengah komunitas masyarakat. Penekanan adanya korelasi ini menghindarkan pemahaman yang direduksi menjadi hanya moralitas individual yang kerdil dan penuh rekayasa sebagai penonjolan perilaku individu. Dengan maksud untuk saling terkaithidup dan kehidupan yang baik dan benar secara bersama dan untuk orang lain, tidak mungkin terwujud kecuali bila tidak memperaktekkan politik pancasilakedalam kerangka institusi-institusi yang adil. Hidup yang baik dan benar adalah cita ideal, kesempurnaan eksistensi atau pencapaian keutamaan. Institusi-institusi yang adil memungkinkan perwujudan kebebasan yang bertanggung jawab dengan menghindarkan setiap warga negara (individu atau kelompok) dari saling merugikan. Sebaliknya, kebebasan warga negara mendorong inisiatif dan sikap kritis terhadap institusi-institusi yang tidak adil.

Politik pancasila tidak hanya menyangkut perilaku individual, tetapi terkait dengan tindakan kolektif (etika sosial). Untuk mewujudkatindakan menyangkut tindakan kolektif hubungan antara pandangan atau pendapat seseorang dengan tindakan kolektif, tidak secara langsung membutuhkan perantara. Kalau ditegaskan persyaratan pertama politik pancasila “hidup dan kehidupan baik dan benar secara bersama dan untuk orang lain”, maka politik pancasila dipahami sebagai wujud dan sikap perilaku pelaku politik yang jujur, santun, memiliki integritas meyakinkan, menghargai dan menghormati orang lain.
http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html